Kamis, 23 Oktober 2014

PENDIDIKAN GRATIS???? benarkah???

Hallo apa kabar Masyarakat informasi.... halo KIMer Sariwarto....

Seperti kita ketahui bersama, Secara tertulis makna Pendidikan merupakan  usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengemrbangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. menurut UU Sistem Pendidikan Nasional
Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 13 ayat 2 diwanyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. . sedangkan menurut (UUD 1945
Pasal 31 Ayat 2, UU Sisdiknas Pasal 6 Ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 34) menyatakan bahwa Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan, bahkan warga negara yang berusia tujuh sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan setiap warga negara yang
berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar serta orangtua dari anak usia
wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

 Sementara masih menurut perundang-undangan perihal biaya pendanaan bahwasanya pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat; namun khusus untuk pendidikan
dasar Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayainya serta pemerintah dan
pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang
pendidikan dasar tanpa memungut biaya. (UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, UU Sisdiknas
Pasal 11 Ayat 2, Pasal 34 Ayat 2, dan Pasal 46 Ayat 1). Artinya, hal ini diartikan bahwa pendidikan dasar itu
gratis bagi semua warga negara Indonesia.

Sebenarnya Apa yang dimaksud dengan pendidikan gratis? 
menurut beberapa sumber dan hasil studi serta pengalaman negara-negara maju dan berkembang dalam melaksanakan pendidikan gratis. Wikipedia, ensiklopedia gratis, menyebutkan pendidikan gratis sebagai pendidikan yang diberikan kepada siswa tanpa pungutan biaya. Akan tetapi, siswa mungkin tetap
mempunyai pengeluaran untuk mendapatkan pendidikan gratis, seperti buku dan bahan
ajar lain. Pendidikan gratis dapat pula diberikan kepada siswa dalam bentuk beasiswa
atau hibah yang menutup semua atau hampir semua pengeluaran siswa untuk sekolah.
(http://en.wikipedia.org/wiki/free%5Feducation).

 The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)
menyatakan bahwa salah satu tujuan Education for All (EFA) adalah bahwa sekolah
mesti bebas dari pungutan. (http://portal.unesco.org/education). Ini berarti bahwa
orangtua tidak perlu membayar iuran sekolah agar anaknya pergi ke sekolah. Selain
itu, orangtua tidak perlu membayar berbagai pengeluaran lain yang membuat anak-
anak miskin tidak bersekolah. Pengeluaran tersebut antara lain membeli buku teks,
biaya partisipasi dalam kegiatan olahraga, dll.

Dalam hal yang sama pakar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Said Hamid
Hasan mengatakan, pengertian sekolah atau pendidikan gratis yang selama ini diklaim
pemerintah harus diganti. Pasalnya, pengertian tersebut bisa menyesatkan dan
membohongi publik, karena kenyataannya di lapangan, masyarakat masih dikenakan
sejumlah uang pungutan. "Pemerintah jangan bermain-main dengan istilah pendidikan
gratis. Kalau memang belum mampu menggratiskan pendidikan untuk semua kalangan,
istilah pendidikan gratis yang selama ini diklaim pemerintah, harus segera diganti,"
tegasnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (23/9).

Dikatakan, pengertian pendidikan gratis antara pemerintah dan masyarakat
harus sama. Selama ini, katanya, ada pemahaman yang berbeda antara pemerintah
dan masyarakat mengenai pendidikan gratis. Masyarakat, katanya, tidak bisa
disalahkan, karena mempertanyakan atau menuntut kebijakan tersebut. Sebab, definisi
pendidikan gratis yang digembar-gemborkan pemerintah apabila mengacu pada kamus
besar bahasa Indonesia adalah pendidikan yang tidak dipungut biaya apa pun. Karena
itu, pemerintah harus menjelaskan secara gamblang sejauh mana pendidikan dianggap
gratis dan menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya, sehingga tidak terjadi
kerancuan seperti sekarang ini.

"Jika pemerintah memang belum mampu memberikan pendidikan gratis
sepenuhnya kepada masyarakat, sebaiknya pemerintah jujur dan tidak usah malu.
Jangan malah membuat istilah-istilah gratis yang malah menyesatkan," ujarnya Dia
menjelaskan, UU 20/3003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebenarnya
telah mengamanatkan bahwa bagi masyarakat yang tidak mampu, mereka digratiskan
atau tidak dikenakan pungutan biaya sampai mencapai usia wajib belajar 9 tahun.
Pemerintah pun juga harus menyediakan beasiswa bagi masyarakat miskin, namun
memiliki kemampuan intelektual yang baik untuk belajar di perguruan tinggi.

Penulis sangat sependapat dengan pendapat Said Hamid Hasan seperti dikutip
di atas. Mengapa, karena Pendidikan dasar gratis adalah pelayanan pendidikan jenjang
SD/MI/lain yang sederajat dan SMP/MTs/lain yang sederajat yang diberikan kepada
peserta didik tanpa mengenakan iuran kepada peserta didik untuk keperluan
penyelenggaraan pendidikan dasar oleh lembaga pendidikan dasar, akan tetapi,
peserta didik tetap menanggung biaya personal seperti untuk buku dan alat tulis sendiri,
pakaian dan perlengkapan sekolah lain, transport, dll. Penyelenggaraan pendidikan
dasar membutuhkan sumber daya pendidikan dasar yang meliputi pendidik dan tenaga
kependidikan serta sarana dan prasarana. Oleh karena itu, istilah pendidikan gratis
tidak tepat dalam penggunaannya, karena masih banyak pengeluaran yang harus


ditanggung oleh orang tua siswa dalam proses pendidikan di sekolah, tepatnya
mungkin menggunakan istilah bebas pungutan.

Bila kita bandingkan dengan penerapan dan penggunaan pendidikan gratis di
beberapa Negara. Pendidikan negeri gratis di 50 negara bagian di Amerika Serikat
memang betul-betul tidak ada iuran wajib sekolah. Kadang-kadang ada sedikit iuran
untuk kegiatan ekstrakurikuler seperti karyawisata. Tetapi iuran sukarela itu sangat
jarang, bahkan seragam drum band juga disediakan. Semua buku teks dipinjamkan.
Siswa menerima buku-buku teks pada awal tahun dan mengembalikannya pada akhir
tahun pelajaran. Pendidikan negeri gratis juga berarti bahwa Pemerintah Pusat
memberikan block grants yang hanya dapat dipergunakan untuk pendidikan yang
menjamin level basic foundation atau kecukupan untuk setiap siswa. Pemerintah
daerah menambah dana pendidikan tersebut dari sumber pajak daerah. Pemerintah
daerah di Amerika Serikat mempunyai kewenangan penuh atas pajak kepemilikan
tanah dan rumah, seperti halnya di Jepang dan negara-negara lain. Pemerintah daerah
yang memiliki sumber pajak kepemilikan yang kaya akan menambah banyak dana
pendidikan dan yang miskin akan menambah sedikit, tetapi level dasar kecukupan
dijamin oleh Pemerintah Pusat. (McMahon, 2005).

Di Finlandia, pendidikan dasar merupakan pendidikan umum (general education)
yang disediakan tanpa pungutan bagi seluruh kelompok usia pendidikan dasar.
(http://www.edu.fi ). Dalam Undang-undang Pendidikan Dasar Tahun 1998 disebutkan
bahwa pendidikan dasar yang berupa sekolah komprehensif (comprehensive school)
berlangsung selama sembilan (9) tahun dan diperuntukkan bagi anak usia antara 7 dan
16 tahun. Apabila tidak dimungkinkan bagi anak untuk masuk sekolah karena
kesehatan atau alasan lain, pemerintah lokal berkewajiban untuk menyediakan
pendidikan dalam bentuk lain. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan bahwa
dalam menempuh pendidikan dasar siswa bebas dari pungutan untuk iuran, buku, dan
lainnya. Siswa juga memperoleh makan gratis satu kali sehari. Transportasi gratis
disediakan bagi siswa yang menempuh perjalanan ke sekolah yang melebihi 5 km.
(http://virtual.finland.fi).

 The Asia Pacific School Report Card menginvestigasi kinerja pemerintah negara-
negara tersebut dalam memenuhi komitmen mereka untuk menjamin bahwa semua
warganegara mempunyai akses ke pendidikan dasar gratis yang bermutu, berdasarkan
survei yang dilakukan Bank Dunia tahun 2004. Sejumlah indikator diidentifikasi untuk
memantau: (1) penduduk yang tidak dapat memperoleh pendidikan dasar, (2) komitmen
pemerintah untuk menghapus bayaran sekolah, (3) mutu input di sekolah dasar dalam
bentuk guru yang berkualifikasi dan biaya per siswa, (4) kemampuan sistem pendidikan
untuk mendorong kesamaan gender, dan (5) level kesamaan dalam pencapaian
pendidikan lintas strata sosial.


 Hal yang kedua yaitu komitmen pemerintah untuk menghapus bayaran sekolah
merupakan komitmen pemerintah untuk memastikan pendidikan gratis. Bayaran
sekolah tersebut meliputi iuran sekolah, buku teks, pakaian seragam sekolah, dll yang
biasa terjadi di berbagai negara. Kenyataannya anak-anak tidak sekolah karena
kemiskinan. Semakin mahal pendidikan semakin kecil kemungkinan keluarga
berinvestasi dalam pendidikan, khusunya bagi anak perempuan. Karenanya,
menghapus bayaran sekolah menghilangkan rintangan bagi anak-anak miskin untuk
memperoleh pendidikan. Dalam kriteria ini Sri Lanka mendapat nilai tertinggi yaitu 100
persen, diikuti oleh Banglades dan Thailand dengan nilai 80 persen. Semua negara
yang lain mendapat nilai sangat rendah, yaitu tujuh negara (Cina, Indonesia, Nepal,
Pakistan, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon dan Vietnam) mendapat nilai F (di
bawah 24 persen). Vietnam dan Pakistan adalah yang terendah (nol persen).

Nah, sekarang bagaiaman pendapat kita mengenap pendidikan gratis, ketika
siswa-siswa di sekolah pada saat di sekolah orang tua masih harus menyiapkan dana
untuk membeli kebutuhan makanan ringan selama di di sekolah. Pada saat siswa
menuju sekolah masih mengeluarkan sejumlah uang untuk pengeluaran transportasi.
Memakai sepatu, baju seragam dll., dan semuanya itu menjadi bagian yang tidak biasa
dipisahkan dengan kebutuhan bagi para siswa dalam mengakses pendidikan. Mungkin
menurut penulis, bahwa masih sulit kita katakan bahwa di Indonesia penyelenggaraan
pendidikan gratis baru sedikit sekolah yang mampu menyelenggarakan pendidikan
gratis. Contoh MAN Insan Cendekia Islam Gorontalo yang bias dikatakan
menyelenggarakan pendidikan gratis, mengapa! Karena sekolah tersebut menanggung
semua biaya yang dibutuhkan oleh siswa selama mengikuti pendidikan, mulai dari
persoalan buku, pakaian sekolah, baju olahraga, makanan selama tinggal di pondokan,
sepatu sekolah, sampai pada persoalan keberadaan bapak/ibu angkat siswa selama
menjadi siswa sekolah tersebut.

Pada saat sekolah hanya di bebaskan dari pungutan pembayaran Yuran OSIS
dan dilarangnya meminta sumbangan pembangunan fisik sekolah, lalu dikatakan
menyelenggarakan pendidikan gratis perlu dikaji secara mendalam lagi. Apalagi
pernyataan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh menargetkan pada 2012
nanti Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) bebas dari segala
macam pungutan. Meski demikian, pemerintah masih harus membicarakannya dengan
DPR. “Hal ini yang sedang kami siapkan dan akan dikonsultasikan dengan DPR. Maka
dari itu, saat ini kami sedang merampungkan cost structure pendidikan,” kata
Mendiknas ketika ditemui usai rapat kerja (raker) dengan Komisi X di Gedung DPR RI,
Jakarta, Senin (17/1). Menurut Mendiknas, saat ini ada dua jenis pembiayan
pendidikan, yaitu biaya non personal yang melekat pada si peserta didik dan biaya non
personal yang terkait dengan biaya investasi. “Itu yang sedang kita cari tahu berapa
costnya. Arahnya hanya satu, yaitu tahun 2012 harus bisa dipastikan pendidikan bebas


pungutan harus selesai,” ujarnya. Lantas mengapa pembebasan pungutan tidak
dilakukan pada tahun ini" Mendiknas menegaskan bahwa jika sampai saat ini ada
pungutan maka hal itu masih wajar. Sebab, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
hanya mampu mencukupi 70 persen dari seluruh pembiayaan pendidikan. “Masih ada
pungutan, karena faktanya memang begitu. BOS hanya mampu meng-cover 70 persen
dari kebutuhan operasional. Oleh karena itu, pemerintah daerah (Pemda) wajib untuk
menyalurkan BOS Daerah (BOSDA) untuk menutupi sisanya sesuai dengan surat
edaran dari pusat,” tegasnya. Mendiknas juga mendorong Pemda agar terus
menyalurkan BOSDA sehingga dapat menutupi biaya operasional pendidikan, terutama
untuk jenjang pendidikan dasar. Dikatakan pula, anggaran BOSDA tidak boleh dihapus
karena sudah merupakan amanah undang-undang. “BOSDA tidak boleh dihapus
karena daerah sudah wajib untuk mengalokasikan dananya sebesar 20 persen dari
APBD untuk pendidikan. Jika daerah tidak mau, itu tidak mungkin, karena itu sudah
melanggar undang-undang,” imbuhnya. Dari data Kemdiknas, jumlah total dana BOS
yang disalurkan sebesar Rp 16,8 triliun. Untuk jenjang SD yang terletak di kota, masing-
masing siswa akan menerima sebesar Rp 580 ribu per siswa per tahun. Sedangkan
untuk SD yang terletak di kabupaten, masing-masing siswa menerima Rp 397 ribu per
tahun. Adapun untuk jenjang SMP yang terletak di kota, setiap siswa mendapat Rp 710
ribu per tahun. Dan untuk SMP di kabupaten, mendapat Rp 570 ribu per siswa per
tahun. “Dana BOS yang disalurkan pemerintah untuk jenjang SD hanya mampu
mengcover 68,4 persen, dan BOS untuk jenjang SMP hanya mengcover 80,3 persen
dari total kebutuhan oeprasional,” sebut Nuh. (jpnn)

 Meskipun tidak ada wajib belajar, tapi semua anak di Denmark mesti berada
dalam pendidikan sembilan tahun sejak usia tujuh tahun. Taman kanak-kanak tersedia
sebagai pilihan (tidak wajib) bagi anak usia enam tahun, dan kelas ke-10 tersedia
sebagai pilihan setelah anak menyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar.
Orangtua bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Ada tiga macam
pendidikan yang tersedia: sekolah pemerintah kota (the municipal Folkeskole) yang
bebas pungutan, sekolah swasta yang mengenakan biaya pembelajaran, dan sekolah
pribadi di rumah. Makan siang disiapkan sendiri oleh siswa. (http://www.edu.fi).

Semua anak di Hongkong, terlepas dari suku dan warganegara apapun,
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar (sekolah
dasar dan sekolah menengah pertama) tanpa pungutan biaya. Menerima pendidikan
sekolah merupakan hak dasar bagi semua anak, yang dilindungi oleh Undang-undang
Pendidikan. (http://www.info.gov.hk).


 Akhirnya dari paparan dapat disimpulkan bahwa pendidikan dasar gratis yang dimaksud di sini
adalah pendidikan dasar yang diberikan kepada peserta didik pendidikan dasar tanpa
mengenakan iuran kepada peserta didik untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan
dasar oleh lembaga pendidikan dasar (SD, MI, SMP, MTs, dll). Akan tetapi peserta
didik tetap menanggung biaya personal seperti untuk buku dan alat tulis sendiri,
pakaian dan perlengkapan sekolah lain, transport, dll.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar